Selasa, 22 Februari 2011

MAKNA SYAHADATAIN, RUKUN, SYARAT, KONSEKUENSI, DAN YANG MEMBATALKANNYA

MAKNA SYAHADATAIN, RUKUN, SYARAT, KONSEKUENSI, DAN YANG MEMBATALKANNYA
Oleh Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan


PERTAMA:
MAKNA SYAHADATAIN

[A]. Makna Syahadat "Laa ilaaha illallah"
Yaitu beri'tikad dan berikrar bahwasanya tidak ada yang berhak disembah dan menerima ibadah kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala, menta'ati hal terse-but dan mengamalkannya. La ilaaha menafikan hak penyembahan dari selain Allah, siapa pun orangnya. Illallah adalah penetapan hak Allah semata untuk disembah.

Jadi makna kalimat ini secara ijmal (global) adalah, "Tidak ada sesembahan yang hak selain Allah". Khabar "Laa " harus ditaqdirkan "bi haqqi" (yang hak), tidak boleh ditaqdirkan dengan "maujud " (ada). Karena ini menyalahi kenyataan yang ada, sebab tuhan yang disembah selain Allah banyak sekali. Hal itu akan berarti bahwa menyembah tuhan-tuhan tersebut adalah ibadah pula untuk Allah. Ini Tentu kebatilan yang nyata.

Kalimat "Laa ilaaha illallah" telah ditafsiri dengan beberapa penafsiran yang batil, antara lain:

[1]. "Laa ilaaha illallah" artinya:"Tidak ada sesembahan kecuali Allah", Ini adalah batil, karena maknanya: Sesungguhnya setiap yang disembah, baik yang hak maupun yang batil, itu adalah Allah.

[2]. "Laa ilaaha illallah" artinya:"Tidak ada pencipta selain Allah" . Ini adalah sebagian dari arti kalimat tersebut. Akan tetapi bukan ini yang dimaksud, karena arti ini hanya mengakui tauhid rububiyah saja, dan itu belum cukup.

[3]. "Laa ilaaha illallah" artinya:"Tidak ada hakim (penentu hukum) selain Allah". Ini juga sebagian dari makna kalimat " ". Tapi bukan itu yang dimaksud, karena makna tersebut belum cukup

Semua tafsiran di atas adalah batil atau kurang. Kami peringatkan di sini karena tafsir-tafsir itu ada dalam kitab-kitab yang banyak beredar. Sedangkan tafsir yang benar menurut salaf dan para muhaqqiq (ulama peneliti), tidak ada sesembahan yang hak selain Allah) seperti tersebut di atas.

[B]. Makna Syahadat "Anna Muhammadan Rasulullah"
Yaitu mengakui secara lahir batin bahwa beliau adalah hamba Allah dan RasulNya yang diutus kepada manusia secara keseluruhan, serta mengamalkan konsekuensinya: menta'ati perintahnya, membenarkan ucapannya, menjauhi larangannya, dan tidak menyembah Allah kecuali dengan apa yang disyari'atkan.


KEDUA:
RUKUN SYAHADATAIN

[A]. Rukun "Laa ilaaha illallah"

Laa ilaaha illallah mempunyai dua rukun:

An-Nafyu atau peniadaan: "Laa ilaha" membatalkan syirik dengan segala bentuknya dan mewajibkan kekafiran terhadap segala apa yang disembah selain Allah.

Al-Itsbat (penetapan): "illallah" menetapkan bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan mewajibkan pengamalan sesuai dengan konsekuensinya.

Makna dua rukun ini banyak disebut dalam ayat Al-Qur'an, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala

"Artinya : Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beri-man kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat ..." [Al-Baqarah: 256]

Firman Allah, "siapa yang ingkar kepada thaghut" itu adalah makna dari "Laa ilaha" rukun yang pertama. Sedangkan firman Allah, "dan beriman kepada Allah" adalah makna dari rukun kedua, "illallah". Begitu pula firman Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Nabi Ibrahim alaihis salam :

"Artinya : Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku ...". [Az-Zukhruf: 26-27]

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , "Sesungguhnya aku berlepas diri" ini adalah makna nafyu (peniadaan) dalam rukun pertama. Sedangkan perkataan, "Tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku", adalah makna itsbat (penetapan) pada rukun kedua.


[B]. Rukun Syahadat "Muhammad Rasulullah"

Syahadat ini juga mempunyai dua rukun, yaitu kalimat "'abduhu wa rasuluh " hamba dan utusanNya). Dua rukun ini menafikan ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan) pada hak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau adalah hamba dan rasulNya. Beliau adalah makhluk yang paling sempurna dalam dua sifat yang mulia ini, di sini artinya hamba yang menyembah. Maksudnya, beliau adalah manusia yang diciptakan dari bahan yang sama dengan bahan ciptaan manusia lainnya. Juga berlaku atasnya apa yang berlaku atas orang lain.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

"Artinya : Katakanlah: 'Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, ...'." [Al-Kahfi : 110]

Beliau hanya memberikan hak ubudiyah kepada Allah dengan sebenar-benarnya, dan karenanya Allah Subhanahu wa Ta'ala memujinya:

"Artinya : Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hambaNya." [Az-Zumar: 36]

"Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Qur'an) ..."[Al-Kahfi: 1]

"Artinya : Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ..." [Al-Isra': 1]

Sedangkan rasul artinya, orang yang diutus kepada seluruh manusia dengan misi dakwah kepada Allah sebagai basyir (pemberi kabar gembira) dan nadzir (pemberi peringatan).

Persaksian untuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan dua sifat ini meniadakan ifrath dan tafrith pada hak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena banyak orang yang mengaku umatnya lalu melebihkan haknya atau mengkultuskannya hingga mengangkatnya di atas martabat sebagai hamba hingga kepada martabat ibadah (penyembahan) untuknya selain dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka ber-istighatsah (minta pertolongan) kepada beliau, dari selain Allah.

Juga meminta kepada beliau apa yang tidak sanggup melakukannya selain Allah, seperti memenuhi hajat dan menghilangkan kesulitan. Tetapi di pihak lain sebagian orang mengingkari kerasulannya atau mengurangi haknya, sehingga ia bergantung kepada pendapat-pendapat yang menyalahi ajarannya, serta memaksakan diri dalam mena'wilkan hadits-hadits dan hukum-hukumnya.

KETIGA:
SYARAT-SYARAT SYAHADATAIN

[A]. Syarat-syarat "Laa ilaha illallah"
Bersaksi dengan laa ilaaha illallah harus dengan tujuh syarat. Tanpa syarat-syarat itu syahadat tidak akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya. Secara global tujuh syarat itu adalah:

1. 'Ilmu, yang menafikan jahl (kebodohan).
2. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan).
3. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan).
4. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan).
5. Ikhlash, yang menafikan syirik.
6. Shidq (jujur), yang menafikan kadzib (dusta).
7. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha' (kebencian).

Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

Syarat Pertama: 'Ilmu (Mengetahui).
Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang ditetapkan, yang menafikan ketidaktahuannya dengan hal tersebut.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya :... Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa`at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya). [Az-Zukhruf : 86]

Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illallah, dan memahami dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya. Seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka persaksian itu tidak sah dan tidak berguna.

Syarat Kedua: Yaqin (yakin).
Orang yang mengikrarkannya harus meyakini kandungan syahadat itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu ..." [Al-Hujurat : 15]

Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Siapa yang engkau temui di balik tembok (kebon) ini, yang menyaksikan bahwa tiada ilah selain Allah dengan hati yang meyakininya, maka berilah kabar gembira dengan (balasan) Surga." [HR. Al-Bukhari]

Maka siapa yang hatinya tidak meyakininya, ia tidak berhak masuk Surga.

Syarat Ketiga: Qabul (menerima).
Menerima kandungan dan konsekuensi dari syahadat; menyembah Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selainNya.

Siapa yang mengucapkan, tetapi tidak menerima dan menta'ati, maka ia termasuk orang-orang yang difirmankan Allah:

"Artinya : Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: 'Laa ilaaha illallah' (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?" [Ash-Shafat: 35-36]

Ini seperti halnya penyembah kuburan dewasa ini. Mereka mengikrarkan laa ilaaha illallah, tetapi tidak mau meninggalkan penyembahan terhadap kuburan. Dengan demikian berarti mereka belum menerima makna laa ilaaha illallah.

Syarat Keempat: Inqiyaad (Tunduk dan Patuh dengan kandungan Makna Syahadat).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh." [Luqman : 22]

Al-'Urwatul-wutsqa adalah laa ilaaha illallah. Dan makna yuslim wajhahu adalah yanqadu (patuh, pasrah).

Syarat Kelima: Shidq (jujur).
Yaitu mengucapkan kalimat ini dan hatinya juga membenarkan-nya. Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Di antara manusia ada yang mengatakan: 'Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian', padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta." [Al-Baqarah: 8-10]

Syarat Keenam: Ikhlas.
Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syirik, dengan jalan tidak mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya' atau sum'ah. Dalam hadits 'Itban, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Sesungguhnya Allah mengharamkan atas Neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illalah karena menginginkan ridha Allah." [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Syarat Ketujuh: Mahabbah (Kecintaan).
Maksudnya mencintai kalimat ini serta isinya, juga mencintai orang-orang yang mengamalkan konsekuensinya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah." [Al-Baqarah: 165]

Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih. Sedangkan ahli syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya. Hal ini sangat bertentangan dengan isi kandungan laa ilaaha illallah.


[B]. Syarat Syahadat "Anna Muhammadan Rasulullah"

1. Mengakui kerasulannya dan meyakininya di dalam hati.
2. Mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisan.
3. Mengikutinya dengan mengamalkan ajaran kebenaran yang telah dibawanya serta meninggalkan kebatilan yang telah dicegahnya.
4. Membenarkan segala apa yang dikabarkan dari hal-hal yang ghaib, baik yang sudah lewat maupun yang akan datang.
5. Mencintainya melebihi cintanya kepada dirinya sendiri, harta, anak, orangtua serta seluruh umat manusia.
6. Mendahulukan sabdanya atas segala pendapat dan ucapan orang lain serta mengamalkan sunnahnya.


KEEMPAT:
KONSKUENSI SYAHADATAIN

[A]. Konsekuensi "Laa ilaha illallah"
Yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala macam yang dipertuhankan sebagai keharusan dari peniadaan laa ilaaha illallah . Dan beribadah kepada Allah semata tanpa syirik sedikit pun, sebagai keharusan dari penetapan illallah.

Banyak orang yang mengikrarkan tetapi melanggar konsekuensinya. Sehingga mereka menetapkan ketuhanan yang sudah dinafikan, baik berupa para makhluk, kuburan, pepohonan, bebatuan serta para thaghut lainnya. Mereka berkeyakinan bahwa tauhid adalah bid'ah. Mereka menolak para da'i yang mengajak kepada tauhid dan mencela orang yang beribadah hanya kepada Allah semata.

[B]. Konsekuensi Syahadat "Muhammad Rasulullah"
Yaitu mentaatinya, membenarkannya, meninggalkan apa yang dilarangnya, mencukupkan diri dengan mengamalkan sunnahnya, dan meninggalkan yang lain dari hal-hal bid'ah dan muhdatsat (baru), serta mendahulukan sabdanya di atas segala pendapat orang.


KELIMA:
YANG MEMBATALKAN SYAHADATAIN

Yaitu hal-hal yang membatalkan Islam, karena dua kalimat syahadat itulah yang membuat seseorang masuk dalam Islam. Mengucapkan keduanya adalah pengakuan terhadap kandungannya dan konsisten mengamalkan konsekuensinya berupa segala macam syi'ar-syi'ar Islam. Jika ia menyalahi ketentuan ini, berarti ia telah membatalkan perjanjian yang telah diikrarkannya ketika mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut.

Yang membatalkan Islam itu banyak sekali. Para fuqaha' dalam kitab-kitab fiqih telah menulis bab khusus yang diberi judul "Bab Riddah (kemurtadan)". Dan yang terpenting adalah sepuluh hal, yaitu:

  • Syirik dalam beribadah kepada Allah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya." [An-Nisa': 48]

"Artinya : ... Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya ialah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun." [Al-Ma'idah: 72]

Termasuk di dalamnya yaitu menyembelih karena selain Allah, misalnya untuk kuburan yang dikeramatkan atau untuk jin dan lain-lain.

Orang yang menjadikan antara dia dan Allah perantara-perantara. Ia berdo'a kepada mereka, meminta syafa'at kepada mereka dan bertawakkal kepada mereka. Orang seperti ini kafir secara ijma'.
Orang yang tidak mau mengkafirkan orang-orang musyrik dan orang yang masih ragu terhadap kekufuran mereka atau membenarkan madzhab mereka, dia itu kafir.
Orang yang meyakini bahwa selain petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih sempurna dari petunjuk beliau, atau hukum yang lain lebih baik dari hukum beliau. Seperti orang-orang yang mengutamakan hukum para thaghut di atas hukum Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , mengutamakan hukum atau perundang-undangan manusia di atas hukum Islam, maka dia kafir.
Siapa yang membenci sesuatu dari ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sekali pun ia juga mengamalkannya, maka ia kafir.
Siapa yang menghina sesuatu dari agama Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam atau pahala maupun siksanya, maka ia kafir.
Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

"Artinya : Katakanlah: 'Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?' Tidak usah kamu minta ma`af, karena kamu kafir sesudah beriman." [At-Taubah: 65-66]
Sihir, di antaranya sharf dan 'athf (barangkali yang dimaksud adalah amalan yang bisa membuat suami benci kepada istrinya atau membuat wanita cinta kepadanya/pelet). Barangsiapa melakukan atau meridhainya, maka ia kafir. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Artinya : ... sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: 'Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir'."[Al-Baqarah: 102]
Mendukung kaum musyrikin dan menolong mereka dalam memusuhi umat Islam. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

"Artinya : Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim." [Al-Ma'idah: 51]

Siapa yang meyakini bahwa sebagian manusia ada yang boleh keluar dari syari'at Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam , seperti halnya Nabi Hidhir boleh keluar dari syariat Nabi Musa alaihis salam, maka ia kafir. Sebagaimana yang diyakini oleh ghulat sufiyah (sufi yang berlebihan/ melampaui batas) bahwa mereka dapat mencapai suatu derajat atau tingkatan yang tidak membutuhkan untuk mengikuti ajaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam .
Berpaling dari agama Allah, tidak mempelajarinya dan tidak pula mengamalkannya. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

"Artinya : Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa." [As-Sajadah: 22]

Syaikh Muhammad At-Tamimy berkata: "Tidak ada bedanya dalam hal yang membatalkan syahadat ini antara orang yang bercanda, yang serius (bersungguh-sungguh) maupun yang takut, kecuali orang yang dipaksa. Dan semuanya adalah bahaya yang paling besar serta yang paling sering terjadi. Maka setiap muslim wajib berhati-hati dan mengkhawatirkan dirinya serta mohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari hal-hal yang bisa mendatangkan murka Allah dan siksaNya yang pedih."

[Disalin dari kitab At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-Ali, Edisi Indonesia Kitab Tauhid 1, Penulis Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan, Penerjemah Agus Hasan Bashori Lc, Penerbit Darul Haq]

Quraniyyun, Apa dan Siapa Mereka?

I. PENDAHULUAN

Allah telah mengutus Rasulullah agar beliau mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Beliau telah melaksanakan kewajiban dengan sebaik-baiknya, menunaikan amanah, menyampaikan risalah dan menasihati umat, sehingga tidaklah beliau wafat kecuali agama Islam telah sempurna, nyata, terang benderang, tidak ada yang menyimpang darinya kecuali pasti binasa. Kemudian risalah Islam ini diteruskan oleh generasi terbaik umat ini yaitu para sahabat Rasulullah. Mereka menyampaikan dan mengajarkan manusia apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Al-Quran merupakan kitab suci yang tidak ada kebatilan didalamnya karena memang dijaga oleh Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana dan juga merupakan sumber hukum islam yang pertama serta As-Sunnah sebagai penjelas Al-Quran merupakan sumber hukum Islam yang kedua. Dengan kedua dasar itulah, umat Islam menjalankan apa yang Allah dan Rasul-nya perintahkan dan menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Namun, pada zaman sekarang ini, banyak manusia baik orang per orang maupun kelompok per kelompok mengingkari dan menolak sunnah Nabi sebagai dasar hukum Islam yang kedua setelah Al-Quran baik secara keseluruhan maupun sebagiannya. Mereka bisa dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:

1. Mereka yang mengingkari Sunnah dan hadits Rasulullah secara mutlak yaitu mereka yang hanya berpegang kepada Al-Quran saja.
2. Mereka yang berpegang dengan hadits-hadits mutawatir saja baik aqidah maupun hukum, tapi menolak seluruh hadits ahad baik untuk aqidah maupun hukum.
3. Mereka yang menolak hadits ahad untuk aqidah. Mereka hanya berpegang pada hadits mutawatir untuk aqidah sedangkan untuk hadist ahad hanya untuk hukum.
4. Mereka yang menolak sebagian hadits yang shahih dengan berbagai alasan, seperti hadits tersebut bertentangan dengan sebagian ayat Al-Quran, atau hadits tersebut bertentangan dengan akal, atau hadits tersebut bertentangan dengan ilmu pengetahuan.

Artikel ini hanya akan membahas tentang orang-orang yang mengingkari sunnah dan hadits Nabi secara mutlak. Mereka ini -- dengan kepercayaan yang sangat batil -- hanya mempercayai Al-Quran saja sebagai dasar hukum Islam dan menolak secara mutlak seluruh hadits Rasulullah. Mereka menamakan dirinya Quraniyyun atau Ahlul Quran dan mereka menganggap merekalah orang-orang yang menjalankan ayat-ayat Al-Quran secara konsekwen serta menganggap bahwa orang-orang yang memegang sunnah adalah inkar Quran. Namun, benarkan persangkaan mereka itu?

II. Ramalan Rasulullah

Pada hakikatnya, fenomena pengingkaran terhadap sunnah sudah diramalkan oleh Rasulullah sejak 14 abad yang lalu dan hal ini merupakan 'alamatun nubuwwah atau tanda-tanda kenabian bahwa apa yang beliau sabdakan pasti terjadi dan telah terjadi sepeninggal beliau sampai hari ini. Perhatikan hadits berikut ini:

"Dari Miqdad bin Ma'dikarib bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Ketahuilah, sesungguhnya telah diberikan kepadaku alkitab (Al Quran) dan yang sepadan dengannya (as-sunnah). Ketahuilah, hampir-hampir ada seorang laki-laki makan kenyang yang bersandar di dipannya lalu berkata,'Berpeganglah kalian dengan Al-Quran saja, bila kalian mendapati sesuatu yang halal didalamnya maka halalkanlah dan bila kalian mendapati sesuatu yang haram didalamnya, maka haramkanlah.' Ketahuilah, tidak halal bagimu daging keledai piaraan dan setiap hewan bertaring dari binatang buas." (Abu Dawud)

Sabda Nabi "Ketahuilah hampir-hampir ada seorang laki-laki makan kenyang" merupakan bentuk peringatan terhadap sikap penentangan terhadap sunnah Nabi yang tidak tertera dalam Al-Quran seperti sikap beberapa kelompok yang hanya mau mengakui Al-Quran saja dan menolak sunnah Nabi sehingga mereka bimbang dan sesat. Dan maksud sabda Nabi "Bersandar di atas dipannya" sebagai bentuk ungkapan metafora bagi sosok para pemimpin dan tokoh yang hanya duduk-duduk di rumah dan enggan menuntut ilmu dari tempat-tempat sumbernya.

Hadits diatas sebagai bentuk mu'jizat Nabi, sebab telah tampil baik pada zaman dahulu maupun sekarang kelompok sesat yang mengajak kepada pemikiran inkar sunnah dan cukup hanya dengan Al-Quran saja. Mereka ada yang memang ingin menghancurkan Islam dari dalam dengan membuat pemahaman seperti itu yang bertujuan menghancurkan separuh sumber agama dengan target membabat seluruh ajaran agama. Bila semua ajaran Islam yang berasal dari sunnah ditolak, maka pasti akan menimbulkan kerancuan dan kesulitan dalam memahami Al-Quran. Ada juga dari mereka yang salah di dalam memahami ayat-ayat Al-Quran sehingga membuat mereka menolak sunnah dan cukup berpegang pada Al-Quran saja. Tanpa disadari, mereka telah mengubur Islam dan membuang syariat ke tong sampah atau peti mayat yang jauh dari pengamalan.

III. Inkar Sunnah dalam sejarah

Sejarah inkar sunnah bisa dibagi menjadi dua periode yaitu periode klasik dan periode modern. Pada periode klasik, perlu diketahui bahwa inkar sunnah pada saat itu bukanlah seperti yang terorganisir secara rapi yang keberadaan dan identitasnya dapat dikenali dan kebanyakan dari mereka bermukim di Iraq. Inkar sunnah pada periode klasik lebih banyak kepada individu-individu yang berdiri sendiri, dan mereka banyak mengambil pemikiran dan pemahaman dari Khawarij, Mu'tazilah, Syiah dan Orientalis. Perlu diketahui bahwa khawarij adalah sebuah kelompok yang membangkang terhadap khalifah Ali bin Abu Thalib. Khawarij mempunyai pemahaman diantaranya para sahabat Nabi telah kafir setelah keikutsertaaan mereka dalam kasus tahkim, menolak hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat yang terlibat dalam kasus tahkim, dan menolak sunnah dalam banyak permasalahan hukum syariat. Syiah merupakan kelompok yang meyakini bahwa Ali lebih berhak atas kekhalifahan setelah Rasulullah wafat. Pemahaman mereka diantaranya adalah seluruh sahabat Nabi telah murtad kecuali Ali, Miqdad bin al-aswad, Abu Dzar dan Salman al-Farisi, dan menolak hadits kecuali yang diriwayatkan oleh ahlul bait. Mu'tazilah merupakan kelompok yang mempunyai perhatian yang besar terhadap filsafat sehingga mereka mengedepankan akal dan logika dibandingkan nash. Pemahaman mereka diantaranya adalah menggugurkan atau membelokkan ta'wail nash apabila bertentangan dengan akal dan logika, para sahabat tidak adil dan amanah, dan semua hukum syariat bisa ditolak kecuali Al-Quran. Orientalis merupakan sekelompok orang-orang kafir yang mempelajari masalah ketimuran dan ilmu-ilmu keislaman demi tujuan kristenisasi dan memerangi islam.

Banyak riwayat-riwayat yang menceritakan tentang inkar sunnah pada periode klasik ini. Diriwayatkan, bahwa Imran bin Hushain menjawab pertanyaan seseorang dengan sunnah Nabi, namun orang yang bertanya tadi berkata,”Jawablah dari Kitabullah, jangan engkau sampaikan selainnya.” ‘Imran pun berkata ,"Sesungguhnya kamu ini orang yang dungu! Apa kamu mendapatkan kitab Allah kalau shalat zhuhur itu empat rakaat dan bacaannya tidak dikeraskan?" Kemudian, Imran menanyakan banyak hal kepadanya tentang shalat, zakat dan sebagainya. Lalu Imran berkata,"Apa kamu mendapatkan tafsir semua itu dalam Al-Quran? Sesungguhnya hal ini masih samar dalam Al-Quran dan sunnah-lah yang menjelaskannya!" Juga ketika Mutharrif bin Abdillah Asy-Syikhkhir, seorang ulama tabiin mendengar ada orang yang mengatakan,"Jangan mengajak kami bicara selain dengan Al-Quran", dia berkata,"Demi Allah, kami tidak ingin mencari pengganti Al-Quran, tetapi kami hanya ingin mencari penjelasan Al-Quran dari orang yang lebih tahu dari kami tentang Al-Quran yaitu Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam"

Juga, dikisahkan bahwa suatu hari manakala Imam Asy-Syafi'i sedang duduk di Masjidil Haram, dia berkata kepada orang-orang di sekelilingnya,"Tidaklah kalian bertanya tentang suatu masalah melainkan akan saya jawab dengan Kitab Allah." Lalu, ada seseorang yang bertanya,"Apa yang engkau katakan apabila orang yang sedang ihram membunuh kalajengking?" Imam Asy-Syafi'i menjawab,"Tidak apa-apa." Orang itu berkata lagi,"Mana dalilnya dalam Al-Quran?" Imam asy-syafi'i menjawab,"Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: "Dan apa-apa yang dibawa Rasul kepada kalian, ambillah.” Sedangkan Rasul bersabda: "Kalian harus memegang teguh Sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin sesudahku”. Dan Umar berkata: Orang yang sedang ihram boleh membunuh kalajengking." Dengan demikian, Imam Asy-Syafi'i telah menjawab pertanyaan orang tersebut dengan Al-Quran. Selanjutnya kelompok inkar sunnah sedikit demi sedikit terus berkurang jumlahnya, bahkan bisa dibilang sudah punah. Tidak ada lagi kabar eksistensi mereka setelah abad II H. Mereka tidak disinggung dalam kitab-kitab sejarah maupuin literatur tentang agama-agaama dan berbagai aliran di dunia.

Inkar sunnah pada Periode modern muncul di negeri India (Sebelum berpisah dengan Pakistan) pada akhir 19 H atau awal abad ke-20 H. Faham inkar sunnah  dimunculkan dan dimanfaatkan oleh musuh Islam (Inggris pada saat itu yang menjajah india) untuk menghabisi Islam dengan cara menghancurkan sendi-sendi utamanya. Kelompok Inkar Sunnah yang pertama kali berdiri bernama Kelompok Ahludz-dzikri wal Quran yang didirikan oleh maulawi Abdullah Cakrawali. Aktivitas Cakrawali dibiayai secara rutin oleh Lembaga kristenisasi dari Inggris baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan pada tahun 1902 M keluar fatwa ijma ulama yang ditandatangani para ulama India yang mengkafirkan Cakrawali serta memutuskan hubungannya dengan Islam dan kaum muslimin. Setelah itu berdiri Kelompok Ummah muslimah yang didirikan oleh Khawajah Ahamaduddin Amritsari , kelompok Thulu'ul Islam oleh Ghulam Ahamd Parwez dan kelompok Ta'mir Insanet oleh Abdul Khaliq Mawaldah.

Kemunculan inkar Sunnah di India juga diikuti oleh munculnya kelompok-kelompok Inkar sunnah di berbagai negara. Di Mesir misalnya, pada tahun 1928 M kelompok yang bernama Jam'iyah Ar-Rabithah Asy-Syarqiyyah didirikan dengan beranggotakan diantaranya Thaha Husain, Ahmad Amin, dan Muhammad Husain Haikal, Salamah Musa, Ali Abdurraziq. Namun, lembaga ini hanya bertahan 2 tahun beberapa bulan. Selain itu ada DR. Muhammad Taufiq Shidqi yang menulis artikel yang berjudul "Al-Islam Huwa Al-Quran Wahdah" (Islam adalah hanya Al-Quran) dan Ismail Adham yang menulis buku Mashadir At-Tarikh Al-Islamy (Sumber-sumber Sejarah Islam) yang mengajak kaum muslimin mesir untuk mendukung faham inkar sunnah. Namun, tokoh inkar Sunnah dari mesir yang paling terkenal adalah DR. Mahmud Abu Rayyah yang menulis buku "Adhwa 'Ala As-sunnah An-Nabawiyyah" (Penjelasan tentang Sunnah Nabi Muhammad). Dalam bukunya itu dia menulis bahwa setelah turun ayat Al-Maidah ayat 3 agama ini sudah tidak membutuhkan apa-apa lagi selain Al-Quran. Selain beliau, ada juga Dr. Rasyad Khalifah yang mengatakan bahwa mempercayai hadits sama saja dengan mempercayai iblis, para ulama kaum muslimin adalah paganis, dan sebagainya. Kemudian beliau menetap di Amerika dan menyebarkan fahamnya dan disana diangkat sebagai imam sebuah masjid di Tucson. Selain mereka ada lagi tokoh-tokoh inkar sunnh yang berasal dari mesir yaitu DR. Ahmad Subhi Mansur, Thaha Husain, Faraj Faudah, Hasan Hanafi, dan lain-lain.

Di Libia, Inkar sunnah memang tidak sesemarak di Mesir. Namun, karena Libia mempunyai presiden yang bernama Muammar Khadafi yang dikenal sebagai orang nyeleneh yang inkar sunnah, maka paham ini mendapat tempat di Libia. Sikap Khadafi diantaranya membuang semua kata Qul yang ada dalam Al-Quran karena menurutnya sudah tidak diperlukan lagi sebab kata Qul hanya ditujukan kepada Nabi, dan mengatakan bahwa berpegang pada sunnah Nabi sama saja dengan melakukan kemusyrikan, menyembah patung dan mempertuhankan berhala. Selain itu, ada Musthafa Kamal Al-Mahdawi, mantan hakim agung di mahkamah Libia, yang menulis buku Al-Bayan bi Al-Quran (Penjelasan Dengan Al-Quran) yang dianggap orang-orang inkar sunnah di Mesir dan Libia  sebagai kitab pengganti sunnahnya kaum muslimin. Dibuku itu ia menulis bahwa shalat wajib adalah enam kali bukan lima kali, dan semuanya dikerjakan dua rakaat, tidak ada prosentase tertentu untuk zakat, dan lain sebagainya.

Di syiria, muncul DR. Muhammad Syahrur yang menulis banyak buku tentang inkar sunnah seperti Al kitab wa Al-Quran; Qira'ah Mu’ashirah (Al-Kitab dan Al-Quran; Bacaan Kontemporer) yang disambut hangat oleh kalangan sekuler dan orang-orang inkar sunnah. Diantara pernyataannya yaitu bahwa Nabi adalah ummiy, tetapi bisa membaca dan menulis, bagian laki-laki dan perempuan adalah sama dalam warisan, dan lain-lain. Di Kuwait ada artikel yang ditulis di majalah Al-Arabi edisi februari 1966 halaman 138 oleh Abdul Warits Al-Kuwaiti yang menganggap banyak hadits di shahih Bukhari adalah hadits-hadits mungkar. Di Yordania, ada tulisan Ratu Rania yang berupa email untuk Arab times yang tulisannya tampaknya manis karena sedikitpun tidak ada kata-kata yang melecehkan atau mendeskriditkan Sunnah atau menjelekkan para ulama ahlu sunnah, namun pada hakikatnya beracun karena cara penyampaiannya yang hanya menonjolkan Al-Quran di satu sisi namun tidak menyinggung peran sunnah Nabi sama sekali. Beliau menulis,"Allah menyebut Kitab-Nya sebagai HADITS TERBAIK. Dia menyeru kepada umat-Nya yang sejati untuk tidak menerima hadits-hadits lain sebagai sumber/pedoman bagi agama yang sempurna ini.”

Di Iran juga muncul tokoh-tokoh inkar sunnah seperti Ali Muhammad Asy-Syairazi, Syaikh Isa Al-Ghirki, dan lain-lain. Di Amerika, Faham inkar sunnah disebarkan oleh DR. Rasyad Khalifah seorang warga mesir yang tinggal di Amerika. Setelah dia mati, digantikan oleh Muhammad Ali al-Lahore. Dan generasi terkini yang baru saja heboh beberapa waktu lalu adalah fenomena DR. Aminah Wadud, seorang wanita yang menjadi khatib jumat dan menjadi imam shalat bagi laki-laki. Di Malaysia, seorang yang bernama Qasim Ahmad mengeluarkan statemen yang melecehkan sirah Nabi dan sunnah beliau.


III. Inkar Sunah di indonesia

Faham dan ajaran sesat inkar sunnah mulai muncul sekitar tahun 1980. Pengajian mereka cukup ramai di mana-mana di Jakarta. Diantaranya pengajian di masjid Asy-Syifa di RSCM yang dipimpin oleh Haji Abdurrahman Pedurenan Kuningan Jakarta. Pada saat itu, pengajian itu tidak mau pakai adzan dan iqamat ketika mau shalat dan seluruh shalat dilakukan dua rakaat. Kemudian di masjid al-Burhan di proyek Pasar Rumput Jakarta Selatan ada pengajian yang dipimpin oleh Ustadz H. Sanwani. Kemudian, mereka tidak mau berpuasa kecuali mereka langsung melihat bulan berdasarkan ayat al-Baqarah:185. Mereka memahami ayat itu bahwa yang wajib berpuasa itu hanya orang yang melihat bulan saja. Sedangkan orang yang tidak melihat bulan tidak wajib berpuasa. Selain mengadakan pengajian, mereka juga menyebarkan faham sesat mereka melalui kaset.

Setelah diselidiki oleh Hartono Ahmad Jaiz, ternyata seseorang yang bernama Lukman Saad yang mengeluarkan biaya cukup besar untuk pengajian tersebut. Dia merupakan seorang  direktur sebuah penerbitan PT. Ghalia Indonesia yang cukup besar dan terkenal. Sebelumnya, penerbitan miliknya hanyalah penerbit kecil yang percetakannya dikerjakan dengan tangan. Namun, setelah dia pulang-pergi ke Belanda (entah apa urusannya), tiba-tiba dia mempunyai mesin percetakan yang cukup modern yang didatangkan dari Belanda yang dengannya dia menerbitkan buku-buku yang berisi ajaran sesat inkar sunnah. Dan ternyata, Lukman Saad mempunyai hubungan dengan Ir. Irham Sutarto, Ketua Serikat Buruh Perusahaan Unilever Indonesia. Beliaulah yang pertama kali menulis buku berisi faham inkar sunnah indonesia yang pertama kali menulis buku berisi faham sesat inkar sunnah dengan tulisan tangan. Penyelidikan terus dilanjutkan. Dan diketahui bahwa tokoh utama inkar sunnah adalah Marinus Taka, keturunan Indo-Jerman yang tinggal di Jl. Sambas IV nomor 54 Depok lama, Jawa barat. Dia mengaku bahwa dirinya bisa membaca Al-Quran tanpa belajar terlebih dahulu dan mengajarkan faham sesatnya di mana-mana di Jakarta termasuk mengajari para karyawan kantoran di gedung-gedung bertingkat.

Karena umat muslim Indonesia resah dengan adanya pengajian dan penyebaran faham inkar sunnah ini, segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada pemimpin negeri ini, maka pada tanggal 30 september 1985 keluar SK dari Kejaksaan Agung RI Nomor: Kep-169/J.A/9/1985 yang melarang keberadaan ajaran yang dikembangkan oleh abdul rahman dan pengikut-pengikutnya (Aliran Inkarussunnah) dan larangan beredarnya buku tulisan tangan karangan Moch. Ircham Sutarto. Kemudian SK Nomor: KEP-059/J.A/3/984 pada tanggal 13 Maret 1984 yang melarang peredaran kaset inkar Sunnah. Kemudian SK Nomor: KEP-085/J.A/9/1985 pada tanggal 7 September 1985 yang melarang peredaran buku dan kaset inkar Sunnah karangan Nazwar Syamsu dan Dalimi Lubis. Namun, sebelum Kejaksaan Agung menerbitkan Sk-nya MUI memberikan fatwa pada tanggal 16 Ramadhan 1403 H/27 Juni 1983 M yang menyatakan bahwa aliran inkar sunnah adalah sesat menyesatkan dan berada di luar agama Islam serta menyuruh para pengikut faham ini agar bertaubat.

Namun, walaupun faham inkar Sunnah sudah dilarang beredar di Indonesia tetapi pada hakikatnya faham ini tidak mati sama sekali apalagi jika kita melihatnya di dunia internet masih banyak postingan tentang inkar sunnah ini beredar. Situs-situs seperti www.allah-semata.org, dan www.e-bacaan.com (situs Malaysia) menandakan bahwa faham ini beredar di internet. Mungkin kita pernah melihat buku-buku kecil yang sering dibagi-bagikan kepada kepada masyarakat di mesjid-mesjid, pom bensin, dan sebagainya:


Itulah buku-buku yang menyebarkan faham inkar sunnah. Di dalam buku-buku itu, tidak tercantum sama sekali hadits Nabi atau perkataan para ulama mengenai suatu hal tetapi hanya mengetengahkan ayat Al-Quran saja. Lucunya, mereka ini menggunakan terjemahan Departemen Agama yang notabene para penyusunnya adalah orang-orang ahlu sunnah. Mestinya, jika mereka konsisten, mereka harus mempunyai kitab terjemahan Al-Quran versi mereka sendiri untuk mereka jadikan pegangan. Dengan demikian, praktis ajaran yang mereka sampaikan sangat terasa dangkal dan kering. Tidak ada hadits Nabi, perkataan para sahabat, dan penjelasan para ulama. Mereka benar-benar mengandalkan logika mereka sendiri yang sangat dangkal dalam memahami dan mengamalkan Al-Quran. Memang dalam buku tersebut dicantumkan jati diri mereka:

Yayasan Pendidikan dan Pondok Pesantren Al-Mu'min Pusat: Kp. Binangaun baru Rt. 002/012 Binangun, bantarsari, Cilacap, Jawa Tengah Sekretariat: Jl. Beringin Jaya No. 8, Ceger, Cipayung, Jakarta Timur Telp/Fax: 021-844 4866 Akan tetapi, yayasan dan pondok dengan alamat mereka di cilacap adalah fiktif. Menurut pak Amin Djamaluddin (Ketua LPPI) pada tangal 23 oktober 2003, beliau bersama rombingan pergi ke sana. Namun ternyata yang terdapat hanya kandang kambing dan sebuah rumah panggung. Tidak ada yayasan dan pondok yang mereka selalu cantumkan dalam buku kecil tersebut untuk mencari sumbangan dana. Adapun alamat mereka di Ceger jakarata timur bukanlah pondok pesantren, melainkan hanya rumah biasa yang dijadikan tempat pengajian atau mungkin itu sekedar sekretariat biasa. Menurut beliau, dulu pada tahun 1980-an orang yang mengikuti pengajian inkar sunnah mendapat uang Rp. 5000 setiap satu kali pengajian yang pada saat itu tentu cukup banyak. Bagi yang berasal dari luar Jakarta, ada uang tambahan. Adapun untuk ustadznya, selain uang yang tentu lebih banyak dari jamaahnya, maka jika mereka mengikuti tujuh kali pengajian secara berturut-turut, maka mereka tinggal mengukur badannya  untuk mndapatkan stelan jas, celana, dan sepatu. Kemudian, bagi setiap orang yang berhasil membawa satu orang baru untuk mengikuti pengajian, dia mendapatkan Lima ribu lagi.


Alasan Mereka Menolak Sunnah

1. Yang dijamin Allah Hanya Al-Quran, Bukan Sunnah
Sekiranya Allah menghendaki menjaga agama Islam ini dengan Al-Quran dan Sunnah, niscaya Allah akan memberikan jaminan tersebut dalam kitab-Nya. Akan tetapi Allah hanya menghendaki bahwa hanya Al-Quran lah yang Dia jamin berdasarkan firman-Nya:

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." (Al-Hijr:9)

Dalam ayat ini, yang dijamin akan dijaga Allah adalah Adz-Dzikru (Al-Quran)

2. Nabi sendiri melarang penulisan hadits
Walaupun mereka selalu mengatakan bahwa mereka hanya berpegang pada Al-Quran saja, namun pada realitanya mereka juga menggunakan hadits untuk membenarkan sikap mereka dalam menyerang sunnah Nabi. Mereka selalu mendengung-dengungkan dan berpegang pada hadits Nabi yang mengatakan: "Janganlah kalian menulis sesuatu pun dariku selain Al-Quran. Barang siapa yang menulis sesuatu dariku selain Al-Quran, maka hendaklah dia menghapusnya." (Ahmad)

3. Hadits baru dibukukan pada abad kedua hijriah
Orang-orang inkar sunnah menganggap bahwa isi kitab-kitab yang diklaim sebagai berasal dari Nabi (Hadits maksudnya) itu tak lain merupakan hasil dari gejolak politik, sosial, dan keagamaan yang dialami kaum muslimin pada abad pertama dan kedua. Jadi, bagaimana mungkin kitab yang dibukukan sekitar dua abad setelah wafatnya Nabi diyakini sebagai Sunnah Nabi. Apabila memang benar bahwa hadits-hadits itu bersumber dari Nabi, semestinya sudah dibukukan sejak masa Nabi Hidup dan bukan dua abad setelah beliau wafat.

4. Banyak Pertentangan Antara satu hadits dengan hadits yang lain
Diantara alasan mereka menolak hadits adalah terdapat banyaknya hadits-hadits yang bertentangan satu sama lain. Menurut mereka, sekiranya itu adalah benar berasal dari satu sumber yakni dari Nabi, niscaya tidak akan didalamnya hadits yang bertentangan.

5. Hadits adalah buatan manusia
Orang inkar sunnah selalu mendengung-dengungkan bahwa yang diturunkan Allah hanyalah Al-Quran dan selain Al-Quran adalah bukan dari Allah. Pada hakikatnya mereka hendak mengatakan bahwa hadits-hadits Nabi adalah buatan manusia yang tidak mesti diikuti.

6. Hadits bertentangan dengan Al-Quran
Orang inkar sunnah dengan segala kebodohan dan kesesatannya mengatakan bahwa banyak hadits yang bertentanagn dengan Al-Quran. Contohnya hadits Nabi yang berbunyi: "Sesungguhnya aku telah memaafkan kalian dari zakat kuda dan budak. Tetapi berikanlah dua setengah persen, dari setiap empat puluh dirham satu dirham." (Ibnu Majah) dengan ayat Al-Quran:

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka." (At-Taubah:103)

Dalam ayat ini, Allah tidak menentukan bahwa kadar zakat adalah dua setengah persen tetapi dalam hadits ditentukan bahwa zakat sebesar dua setengah persen.

7. Hadits merupakan Saduran dari umat lain
Orang-orang inkar sunnah mengatakan bahwa hadits merupakan saduran dari Umat lain dikarenakan adanya kesamaan dalam perintah. Contohnya adalah perintah untuk berkhitan. Menurut mereka khitan merupakan saduran dari kepercayaan umat lain karena di dalam Al-Quran sama sekali tidak ada perintah Allah untuk berkhitan akan tetapi justru ajaran khitan ini terdapat dalam bibel yang berbunyi: [Kej 17:14] "Dan orang yang tidak disunat, yakni laki-laki yang tidak dikerat kulit khatannya, maka orang itu harus dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya; ia telah mengingkari perjanjian-Ku." [Kej 17:24] "Abraham berumur sembilan puluh sembilan tahun ketika dikerat kulit khatannya"

8. Hadits membuat Umat Islam terpecah belah
Alasan lain mereka yaitu bahwa hadits dianggap membuat umat Islam terpecah belah dikarenakan banyaknya hadits yang berbeda satu sama lain membuat kaum muslimin pecah menjadi beberapa golongan seperti Ahlu Sunnah, Syiah, Khawarij, dan sebagainya. Yang ahlu sunnah pun terbagi juga menjadi beberapa madzhab seperti Syafi'i, Maliki, Hanafi, dan sebagainya.

9. Hadits membuat umat Islam mundur dan terbelakang
Menurut mereka, sesungguhnya hadits-hadits tentang mukjizat Nabi, adzab kubur, dan kisah-kisah gaib lainnya membuat kaum muslimin mundur dan terbelakang sehingga tidak bisa maju berkembang bersaing dengan umat-umat lain.

Pokok-pokok Pemahaman Inkar Sunnah

Di bawah ini adalah sebagian dari pokok-pokok pemahaman mereka dan perhatikanlah bagaimana mereka mengambil ayat-ayat Al-Quran dan menyimpulkan dengan akal logika mereka sendiri.  

1. Al-Quran adalah satu-satunya kitab pegangan
Menurut mereka, Rasulullah tidak mungkin menambah-nambahi apa yang telah diturunkan Allah kepadanya. Nabi sendiri hanya bersandar dan berpegang dengan Al-Quran. Allah berfirman:

"Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (Al Quran). Tidak ada (seorangpun) yang dapat merobah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari padaNya." (Al-Kahfi:27)      

Dalam ayat diatas jelas disebutkan bahwa Nabi diperintah oleh Allah untuk hanya membacakan al-Quran saja kepada manusia dan tidak membacakan yang lain. Itulah makanya, sebagai seorang mukmin, kita harus merasa cukup dengan al-Quran sebagai kitab pegangan. Sebab, memang hanya Al-Quran yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Allah berfirman:

"Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al Quran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman." (Al-Ankabut:51)

Jadi, Sunnah Nabi yang terdapat dalam berbagai kitab hadits tidak perlu --bahkan tidak bisa-- dijadikan sebagai pegangan. Sebab Allah sendirilah yang menyatakan dan menyuruh agar kita hanya menjadikan al-Quran saja sebagai pegangan, tanpa disertai dengan yang lain.

2. Al-Quran adalah kebenaran yang pasti dan selainnya adalah sangkaan belaka
Menurut mereka, al-Quran adalah satu-satunya kitab yang tidak ada keraguan didalamnya dan suatu kebenaran yang pasti. Adapun kitab-kitab selainnya adalah hal yang sifatnya relatif, bisa benar dan bisa bohong. Dan apapun yang bersifat relatif, maka itu termasuk dalam lingkup sangkaan belaka. Sedangkan agama Allah yang pasti benar ini tidak mungkin berdiri diatas suatu sangkaan belaka dan harus berdiri di atas suatu kebenaran yang pasti. Itulah makanya Allah telah menjamin akan menjaga kitab-Nya dari segala campur tangan manusia dan penyewelengan. Allah berfirman:

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." (Al-Hijr:9)

Jadi, hadits atau sunnah adalah sesuatu yang sifatnya sangkaan belaka dan penuh dengan keraguan dan dengan demikian hadits atau sunnah tidak bisa dijadikan sebagai sumber syariat islam.

3. Yang dimaksud dengan hadits adalah al-Quran, bukan yang lain
Menurut mereka, Allah menyifati al-Quran ini sebagai satu-satunya hadits yang wajib diimani. Hadits adalah al-Quran, bukan yang lain. Allah berfirman:
"Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun." (Az-Zumar:23)

"Maka kepada perkataan apakah selain Al Quran ini mereka akan beriman?" (Al-Mursalat:50)

Jadi, hadits yang selama ini kita yakini bukanlah hadits yang dimaksud oleh Allah dalam kitabnya, tetapi makna hadits yang sesungguhnya adalah al-Quran.

4. Wahyu tertulis yang diturunkan kepada Nabi hanya al-Quran
Menurut mereka, wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi adalah surat-surat dan ayat-ayat yang terdapat dalam al-Quran dan tidak ada wahyu yang lain. Tidak ada yang disampaikan oleh Nabi selain al-Quran. Allah berfirman:

"Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar." (Yunus:38)

Jadi, hadits-hadits yang terdapat dalam kitab hadits bukan berasal dari Allah tetapi tidak lain adalah hasil karya manusia.

5. Tidak ada yang sama seperti al-Quran
Menurut mereka, tidak mungkin ada yang kedudukannya sama seperti al-Quran sebab Allah sendirilah yang menyatakannya secara tidak langsung bahwa tidak ada manusia yang sangup menandingi atau menyamai al-Quran. Artinya, tidak mungkin sunnah Nabi akan sejajar kedudukannya dengan al-Quran. Allah berfirman:

"Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain." (Al-Isra:88)

Jadi, bagaimana mungkin Nabi diberi sesuatu (Sunnah) yang sama seperti al-Quran?

6. Al-Quran tidak perlu penjelas selain al-Quran
Menurut mereka, al-Quran tidak perlu dijelaskan oleh selain al-Quran. Sebab, penjelasan al-Quran sudah ada di dalam al-Quran sendiri. Al-Quran adalah penjelas al-Quran, berdasarkan dalil:

"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati, " (Al-Baqarah:159)

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa ayat-ayat al-Quran itu sudah jelas dan tidak memerlukan penjelasan lagi. Sebab Allah subhanahu wa ta'ala sendirilah yang menjelaskannya kepada manusia. Jadi, mengapa harus repot-repot menafsirkan al-quran dengan merujuk kepada hadits-hadits Nabi, perkataan para sahabat, pendapat para imam, dan kitab-kitab tafsir para ulama?

7. Al-Quran sudah sudah lengkap, terperinci dan menjelaskan segalanya
Menurut mereka, Al-quran itu sudah lengkap dan terperinci sehingga tidak membutuhkan tambahan apa pun. Tidak ada lagi yang perlu dijelaskan dari al-Quran, karena al-Quran itu sendiri sudah terperinci dan justru al-Quran telah menjelaskan segala permasalahan dalam masalah agama atau pun dunia. Allah berfirman:

"Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri." (An-Nahl 89)

Jadi, kita mesti merujuk kepada al-Quran saja dalam beragama dan tidak perlu merujuk kepada apa pun selain al-Quran. Sebab, semuanya sudah terdapat di dalam al-Quran.

8. Al-Quran sudah Sempurna dan komprehensif
Jelas sudah, bahwa kalimat Allah untuk kita telah sempurna dengan Al-Quran. Dan tidak ada yang dapat mengubah kalimat-Nya. Jadi, karena Al-Quran ini sudah sempurna dan komprehensif, maka tidak ada lagi sesuatu yang lain yang mendampingi al-Quran. Firman Allah:

"Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendenyar lagi Maha Mengetahui." (Al-An'am:115)

9. Al-Quran adalah jalan yang lurus dan selain al-quran adalah keluar dari jalan yang lurus
Allah berfirman:

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa." (Al-An'am:153)

Allah sudah berwasiat kepada kita agar cukup mengikuti al-quran saja sebagai jalan yang lurus dan Dia melarang kita mengikuti jalan-jalan yang lain selain al-Quran agar kita tidak terperosok ke dalam jurang perpecahan yang akan menjauhkan kita dari jalan Allah. Namun, karena masih saja ada orang islam yang mengabaikan larangan Allah ini, dimana mereka mebuat hadits-hadits yang disandarkan kepada Nabi lalu mereka berselisih masalah sanad dan matannya, maka terjadilah perpecahan yang telah diperingatkan oleh Allah. Jadi, jalan periwayatan hadits yang berbeda-beda satu sama lain dan cukup banyak jumlahnya itu adalah jalan-jalan lain selain al-Quran. Dan itu adalah jalan keluar dari jalan yang lurus.

10. Al-Quran adalah Adz-Dzikr yang diturunkan kepada Nabi
Yang dimaksud dengan Adz-Dzikr dalam al-Quran adalah al-Quran itu sendiri dan bukan yang lain (Sunnah). Allah berfirman:

"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan." (An-Nahl:43-44)

Orang-orang inkar sunnah menilai banyak orang salah kaprah dalam memahami makna Adz-Dzikr dalam ayat diatas dikarenakan mereka memotong bagian ayat 44 dari ayat sebelumnya.  Lalu mereka menjadikannya sebagai dalil bahwa ada sumber agama yang lain (sunnah) selain al-Quran untuk menjelaskan kepada manusia tentang al-quran dengan wahyu (sunnah) tersebut. Padahal konteks ayatnya tidak demikian. Apabila dikaji lebih jauh, sesungguhnya yang dimaksud dengan Adz-Dzikr dalam ayat diatas adalah al-Quran. Sebab Allah mengutus para Nabi dan Rasul sebelum Rasulullah kepada ahli kitab dengan membawa penjelasan dan kitab-kitab. Sedangkan kitab-kitab yang dimaksud adalah Zabur, Taurat dan Injil. Dengan demikian, Adz-Dzikr yang diturunkan kepada Nabi adalah al-Quran dan bukan yang lain. Jadi, adalah salah jika kita menafsirkan Adz-Dzikr sebagai sunnah Nabi.

11. Al-Quran adalah al-Hikmah
Orang sering mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-hikmah dalam al-Quran adalah sunnah. Mereka (Ahlu Sunnah) mengannggap bahwa al-Quran dan al-hikmah adalah dua hal yang berbeda. Seperti misalnya firman Allah:

"Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (Al-Jumuah:2)

Menurut inkar sunnah sesungguhnya yang dimaksud dengan al-Hikmah disini adalah al-Quran juga. Sebab baik al-Kitab atau pun al-Hikmah keduanya adalah sebagian dari sifat yang disebutkan Allah untuk al-Quran itu sendiri. Sebagaimana al-Kitab adalah al-Quran, maka al-Hikmah pun mempunyai makna yaitu al-Quran. Jadi, tidak ada makna sunnah Nabi dalam al-quran sebagaimana yang dikatakan oleh Ahlu Sunnah.

12. Sunnah Rasul adalah al-Quran (saja)
Allah berfirman:

"(Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap Rasul-Rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perobahan bagi ketetapan Kami itu." (Al-Isra:77)

Menurut mereka inilah sunnah yang sebenarnya. Sesungguhnya yang dimaksud dengan sunnah Rasul adalah Sunnah Allah, dan itu adalah al-Quran dan bukan yang lain. Jadi, Al-Quran lah sebenarnya sunnah yang dibawa oleh Rasul. Rasul tidak mungkin membawa sunnah lain selain yang sudah ditetapkan Allah kepadanya dan Nabi sama sekali tidak keberatan untuk menyampaikan sunnah-Nya. Jadi, tidak ada sunnah Rasul sebagaimana yang diyakini selama ini. Sebab, sunnah Rasul adalah al-Quran (saja), tidak ada yang lain.

13. Rasul Hanya diperintah untuk menyampaikan al-Quran
Rasulullah sama sekali tidak diperintahkan Allah untuk menyampaikan selain al-Quran. Sebab, yang diperintahkan Allah kepada Rasul-nya hanyalah menyampaikan al-Quran. Allah berfirman:

"Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (Al-Maidah:67)

Jadi, tugas Rasulullah hanyalah menyampaikan al-Quran yang telah diturunkan Allah kepada beliau. Artinya beliau tidak boleh menyampaikan selain al-Quran.

14. Rasul Memperingatkan dan memberi kabar gembira dengan al-Quran
Sebagai seorang Rasulullah, beliau memberikan peringatan kepada kaumnya hanya dengan al-Quran. Allah berfirman

"Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka beri peringatanlah dengan Al Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku." (Qaaf:45)

Begitu pula halnya dengan kabar gembira yang beliau sampaikan allah berfirman:

"Maka sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran itu dengan bahasamu, agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan Al Quran itu kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang." (Maryam:97)

15. Kita diperintah untuk mengikuti al-Quran (saja) dan dilarang mengikuti yang lain
Di dalam al-Quran, Allah azza wa jalla dengan tegas memerintahkan agar hanya mengikuti al-Quran saja dan melarang kita mengikuti selain al-Quran. Allah berfirman:

"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)." (Al-A’raf:3)

Itulah sebagian dari pokok pemahaman inkar sunnah yang semuanya diambil dari kitab suci al-Quran. Secara sekilas, mungkin bagi kebanyakan orang tidak mempermasalahkan dengan hal ini karena memang seolah-olah tidak ada yang salah dengan pemahaman mereka. Terlebih lagi mereka mendasarkannya dengan diambil dari kitab al-Quran. Namun, pada hakikatnya pokok-pokok pemahaman mereka di atas diatas sangat beracun sekali jika kita tidak memperhatikannya dengan cara seksama. Alasan mereka untuk meninggalkan sunnah berdasarkan dalil-dali al-quran mengingatkan kita kepada perkataan Ali bin Abu Thalib yang terkenal "kalimatun haqq wa uriiduha bathilun" (kalimat haq namun yang diinginkannya adalah kebatilan). Mereka memang menggunakan ayat-ayat al-Quran yang haq hanya saja mereka menggunakannya untuk tujuan yang bathil yaitu menjauhkan umat islam dari Sunnah Nabi-Nya yang mulia.

Ajaran-ajaran Inkar Sunnah

Setelah kita mengetahui sebagian dari pokok-pokok ajaran mereka, bisa dibayangkan bagaimana mereka melaksanakan aktivitas keislaman mereka seperti shalat, puasa dan lain sebagainya. Tentu akan sangat kacau balau sekali. Berikut adalah sebagian dari ajaran-ajaran inkar sunnah:

1. Tidak ada Rukun Iman dan Rukun Islam
Menurut mereka, rukun iman dan rukun islam tidak ada dalam agama islam karena di dalam al-quran tidak disebutkan tentang hal itu.

2. Syahadatnya adalah "Isyhaduu bi anna muslimun"

"Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." (Ali-Imran:64)

3. Tata cara Shalat
Mengenai shalat, Orang-orang inkar sunnah sama dalam beberapa hal tapi berbeda dalam hal yang lain. Mereka sama-sama meyakini bahwa tidak perlu adzan dan iqamah ketika akan shalat dan meyakini bahwa mengakhiri shalat dengan mengucapkan hamdalah dan bukan salam. Namun, mereka berbeda pendapat dalam hal jumlah shalat dalam sehari, berapa jumlah rakaat dalam tiap-tiap shalat, dan lain sebagainya.

4. Tidak ada shalat Idul Fithri dan Idul Adha
Mereka beranggapan bahwa shalat idul fithri dan shalat idul adha tidak ada karena tidak ada dalil dari al-Quran tentang pelaksanaan shalat-shalat ini.

5. Masjid adalah setiap tempat shalat
Menurut mereka, setiap tempat yang dipakai sujud atau shalat adalah masjid. Mereka tidak mengenal istilah masjid dengan definisi dan praktik sebagaimana yang kita kenal. Ini adalah konsekueensi dari pemahaman mereka tentang shalat yang berbeda dengan kita. Bisa disimpulkan mereka tidak mempunyai masjid. Namun anehnya, tokoh inkar sunnah dari Amerika yang bernama Dr. Rasyad Khalifah malah dijadikan imam masjid di Tucson, Amerika Serikat. Sebuah amalan yang sangat bertentangan dengan keyakinan mereka sendiri.

6. Zakat seikhlasnya, tidak harus 2,5%
Menurut mereka, hukum membayar zakat adalah wajib bagi yang mampu karena di dalam al-quran diperintahkan untuk membayar zakat. Namun didalam alquran tidak satu pun ayat dalam al-quran yang menentukan jumlah zakat yang harus dikeluarkan seseorang. Zakat boleh dikeluarkan sesuai kemampuan dan keikhlasannya. Menurut mereka, batasan zakat dua setengah persen adalah aturan yang dibuat oleh manusia.

7. Puasa hanya wajib bagi orang yang melihat bulan
Hal ini berdasarkan dalil:

"Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu," (Al-Baqarah:185) Adapun bagi orang yang tidak melihat bulan, maka dia tidak wajib berpuasa.

8. Haji tidak harus dilakukan pada bulan Dzulhijjah
Menurut mereka, haji boleh dilakukan selama empat bulan haram yaitu Rajab, Muharam, Dzulqadah, dan Dzulhijjah. Sebab tidak ada dalam al-Quran bahwa haji harus dilakukan pada bulan Dzulhijjah sebagaimana yang biasa dilakukan kaum muslimin pada umumnya. Allah berfirman:
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram." (At-Taubah:36)

9. Tidak ada pakaian khusus ketika ihram
Menurut mereka ketika seseorang sedang ihram, dia boleh mengenakan apa saja karena tidak ada keterangan dari Allah dalam al-Quran yang menerangkan tentang masalah pakaian untuk orang yang ihram.

10. Orang yang meninggal tidak perlu dishalatkan
Karena didalam al-Quran tidak diajarkan seperti itu. Adapun kalau si mayat dimandikan dan dikafani itu tidak lebih dari memperlakukan si mayat agar bersih dan terhormat, layaknya seorang manusia.

11. Tidak diperluan Asbabun Nuzul untuk memahami al-quran
Menurut mereka, isi al-quran sudah jelas dan tidak memerlukan apa pun untuk menjelaskan isinya. Asbabun Nuzul (Sebab-sebab turunnya al-Quran) juga tidak diperlukan untuk memahami al-Quran. Bahkan, secara mutlak, mereka menganggap bahwa tidak diperlukan disiplin ilmu apa pun untuk mempelajari dan memahami al-Quran.

12. Nabi bisa membaca dan menulis
Menurut mereka, Nabi bisa membaca dan menulis. Kata ummiy dalam al-Quran tidak berarti Nabi adalah buta huruf. Sebab yang dimaksud ummiy adalah lawan atau kebalikan dari penamaan kaum yang diberi kitab (Ahlul Kitab). Dalam al-Quran juga banyak ayat-ayat yang menyebutkan bahwa Nabi bisa membaca karena Allah memerintahkan beliau untuk membacakan kitab-Nya kepada manusia. Allah berfirman:
"Dan supaya aku membacakan Al Quran (kepada manusia). Maka barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya, dan barangsiapa yang sesat maka katakanlah: "Sesungguhnya aku (ini) tidak lain hanyalah salah seorang pemberi peringatan." (An-Naml:92)

13. Yang menulis dan menyusun al-Quran adalah Nabi Muhammad sendiri
Menurut mereka, Nabi Muhammad lah yang menulis dan menyusun al-Quran ini dan bukan orang lain (sahabat). Mereka menggunakan dalil:

"Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu)." (Al-Ankabut:48)

14. Nabi sudah tidak ada, namun Rasul tetap diutus hingga hari kiamat
Menurut mereka, Nabi memang sudah wafat dan tidak ada lagi kenabian. Akan tetapi, Rasul akan selalu ada sampai hari kiamat. Allah berfirman:

"Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al-Ahzab:40)

Dalam ayat diatas jelas dikatakan bahwa Nabi adalah penutup para Nabi tetapi beliau bukanlah penutup para Rasul sebab Rasul itu diutus kepada setiap umat. Dengan kata lain, bahwa setiap umat itu ada Rasulnya. Dengan demikian, meskipun Nabi Muhammad sudah tiada, namun pintu kerasulan masih senantiasa terbuka. Allah berfirman:

"Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya." (Yunus:47)

15.  Menghilangkan kata Qul ketika membaca al-quran
Menurut mereka, ketika membaca al-quran baik di dalam shalat atau pun diluar shalat, harus menghilangkan kata Qul karena tidak layak kita mengucapkan kata Qul dihadapan Allah karena itu sama saja dengan kita menyuruh Allah untuk melakukan atau mengatakan sesuatu. Dan itu tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang hamba terhadap Tuhannya.

16. Tidak ada hukuman rajam dalam islam
Menurut mereka, hukuman bagi seorang pezina bagi laki-laki baik yang sudah menikah ataupun yang belum adalah sama yakni dicambuk seratus kali dan hukuman rajam tidak ada tuntunannya dalam al-quran. Allah berfirman:

"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera," (An-Nuur:2)

17. Tidak ada Mi'raj dalam islam
Mereka hanya mengakui isra yaitu perjalanan Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa pada malam hari berdasarkan dalil
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha " (Al-Isra:1)

Akan tetapi, mereka menolak dan tidak meyakini adanya Mi'raj yaitu perjalanan beliau dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha menghadap Allah. Menurut mereka, mi'raj hanyalah sekedar dongeng belaka. Dengan demikian, apa pun yang terjadi pada saat mi'rajnya Nabi, mereka tolak semua. Termasuk diantaranya adalah turunnya perintah shalat lima waktu.

18. Jilbab tidak wajib
Menurut mereka, yang dimaksud dengan jilbab dalam al-quran adalah pakaian luar yang bermakna longgar yang menutupi badan yang sekarang bisa berbentuk mantel, jubah, bajuterusan, dan lain sebagainya. Namun demikian, bukan berarti jilbab itu harus menutupi seluruh badan, termasuk kepala sebagaimana yang diyakini kaum muslimin selama ini. Karena di dalam al-Quran tidak ada perintah untuk menutupi kepala. Yang ada hanyalah perintah untuk menutup dada seperti pada ayat:

"Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya," (An-Nur:31)

dan mengulurkan baju panjang seperti pada ayat:

"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." (al-ahzab :59)

Dan yang namanya mengulurkan adalah ke bawah bukan ke atas.

19. Khitan tidak wajib
Menurut mereka, khitan tidak diwajibkan atas umat Islam laki-laki karena di dalam al-Quran tidak ada perintah untuk melakukannya. Bahkan khitan merupakan perbuatan menyakiti diri sendiri yang dilarang oleh Allah. Allah berfirman:

"dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan," (Al-Baqarah:195)

Bahkan dalam ayat lain dengan tegas dikatakan bahwa Allah telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk. Sehingga tidak mungkin Allah menyuruh kita untuk mengurangi bentuk yang sempurna ini. Allah berfirman:
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (At-Tiin:4)    

20. Boleh menggauli istri dari dubur
Menurut mereka, menggauli istri dari dubur adalah boleh berdasarkan firman-Nya:

"Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki." (Al-Baqarah:223)

Tulisan berikutnya akan membahas tentang bantahan terhadap pemahaman inkar sunnah dan kisah tragis tokoh-tokoh inkar sunnah (Sudah kamu posting sebelumnya).


Referensi
Debat terbuka Ahlu-Sunnah versus Inkar_sunnah, Abduh Zulfidar Akaha, Pustaka Al-kautsar
Paham dan Aliran Sesat di Indonesia, Hartono Ahmad Jaiz, Pustaka Al-Kautsar
Majalah As-Sunnah Edisi 12/VII/1424H/2004 M
Majalah As-Sunnah Edidi 11/VIII/1425H/2005M


Lahirnya Nama Ahlussunnah Wal Jamaah



       Bilakah lahirnya nama Ahlus Sunnah Waljamaah ?



Dahulu di zamaan Rasulullaah SAW. kaum muslimin dikenal bersatu, tidak ada golongan ini dan tidak ada golongan itu, tidak ada syiah ini dan tidak ada syiah itu, semua dibawah pimpinan dan komando Rasulullah SAW.

Bila ada masalah atau beda pendapat antara para sahabat, mereka langsung datang kepada Rasulullah SAW. itulah  yang membuat para sahabat saat itu tidak sampai terpecah belah, baik dalam masalah akidah, maupun dalam urusan duniawi.

Kemudian setelah  Rasulullah SAW. wafat, benih-benih perpecahan mulai tampak dan puncaknya terjadi saat Imam Ali kw. menjadi khalifah. Namun perpecahan tersebut hanya bersifat politik, sedang akidah mereka tetap satu yaitu akidah Islamiyah, meskipun saat itu benih-benih penyimpangan dalam akidah sudah mulai ditebarkan oleh Ibin Saba’, seorang yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai pencetus faham Syiah (Rawafid).

Tapi setelah para sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam akidah tersebut mulai membesar, sehingga timbullah faham-faham yang bermacam-macam yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW.

Saat itu muslimin terpecah dalam dua bagian, satu bagian dikenal sebagai golongan-golongan ahli bid’ah, atau kelompok-kelompok sempalan dalam Islam, seperti Mu’tazilah, Syiah (Rawafid), Khowarij dan lain-lain. Sedang bagian yang satu lagi adalah golongan terbesar, yaitu golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh kepada apa-apa yang dikerjakan dan diyakini oleh Rasulullah SAW. bersama sahabat-sahabatnya.

Golongan yang terakhir inilah yang kemudian menamakan golongannya dan akidahnya Ahlus Sunnah Waljamaah. Jadi golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah golongan yang mengikuti sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah.

Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW : bahwa golongan yang selamat dan akan masuk surga (al-Firqah an Najiyah) adalah golongan yang mengikuti apa-apa yang aku (Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-sahabatku.

Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah Islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah  dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah umat Islam.  Lebih jelasnya, Islam adalah Ahlus Sunnah Waljamaah dan Ahlus Sunnah Waljamaah itulah Islam. Sedang golongan-golongan ahli bid’ah, seperti Mu’tazilah, Syiah(Rawafid) dan lain-lain, adalah golongan yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW yang berarti menyimpang dari ajaran Islam.

Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah itu sudah ada sebelum Allah menciptakan Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hambali. Begitu pula sebelum timbulnya ahli bid’ah atau sebelum timbulnya kelompok-kelompok sempalan.

Akhirnya yang perlu diperhatikan adalah, bahwa kita sepakat bahwa Ahlul Bait adalah orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi SAW. dan mereka tidak menyimpang dari ajaran nabi. Mereka tidak dari golongan ahli bid’ah, tapi dari golongan Ahlus Sunnah.

Demikian sekilas lahirnya nama Ahlus Sunnah Waljamaah.